Seorang bapak yang sedang belajar
tahsin mengeluh soal pekerjaannya yang menyita sebagian fisiknya. Pekerjaannya membuatnya
lelah payah. Menghabiskan sebagian energinya utk beribadah. Rutinitasnya di
hotel. Praktis, kerja sebagian waktu, istirahat dan masuk kembali di waktu yang
berbeda, tentu membuat jadwal istirahat tak menentu. Kadang, jika masuk pagi,
malamnya bisa istirahat di rumah, dan esoknya bisa merasakan mentari pagi di
halaman komplek Bumi Sawangan Indah. Ada ruh ibadah yang berbeda ketika dia
mendapatkan shift malam, pagi di hotel dan siang yang masih terkantuk di rumah.
Dia mengeluh. Mengeluh soal aktifitas ibadahnya yang tidak bisa maksimal karena
lingkungan kerjanya. Dan kadang, selain lingkungan kerjanya –yang menurutnya
kurang cocok-, godaan syaithan untuk membuat malas beribadah sering muncul. Membaca
Al Qur’an misalnya, dia menuturkan lebih cepat membuat mata tertutup dan mulut
menguap daripada duduk santai menonton pertandingan sepakbola.
“manusia sering mengeluh,
mengeluh soal keadaan sekitarnya. Mengeluh soal keluarganya, mengeluh soal
pekerjaannya, mengeluh soal masalah-masalah hidupnya. Hingga dia berfikir,
bahwa penyebab semua masalah yang ada pada dirinya disebabkan oleh orang-orang
disekitarnya yang tak bisa diajak kompromi, oleh pekerjaannya yang terlalu padat,
oleh syaithan yang banyak menggoda imannya, oleh acara Televisi, dan oleh
lainnya. Manusia sering menyalahkan orang lain, lingkungan dan makhluk lain. Seakan, mereka penyebab semua itu”, jelasku
“iya sih pak”, sanggahnya.
“jangan salahkan syaithan. Mereka
memang tugas dan kewajibannya menggoda iman manusia agar semakin turun imannya.
Agar semakin terbiasa melakukan maksiat. Agar semakin lalai dengan perintah
Allah. Sejak dulu, syaithan memang berjanji untuk itu. Sudah seharusnyalah,
kita introspeksi diri, bahwa masalah itu sebenarnya datang dari diri kita
sendiri”, tegasku
“kadang, sulitnya kita melakukan
amal sholih, bisa jadi bukan karena waktu kita terlalu sempit, bukan karena
kita terlalu sibuk dan bukan karena apapun, tapi bisa jadi karena dosa-dosa,
maksiat-maksiat yang terus dan sering kita lakukan. Dosa-dosa itu membuat kita
semakin nyaman meninggalkan amal sholih, dosa-dosa itu mengajak kita untuk
bermain banyak alasan, membuat banyak pembenaran dan akhirnya cenderung
menyalahkan orang lain. Karena dosa-dosa itu pulalah, mungkin Allah membuat
kita terasa berat ketika kita hendak membaca Al Qur’an, ketika kita hendak
bangun malam untuk tahajjud, ketika kita hendak berjalan di kegelapan pagi
untuk sholat shubuh berjamaah. Maksiat itu mungkin menyebabkan kita enggan dan
malas untuk hadir dalam majlis taklim, hadir dalam pengajian pekanan atau
menghadiri majlis ilmu lainnya. Allah memberatkan hati kita untuk bergerak
menuju amalan surga, karena kita terbiasa dan merasa nyaman dengan amalan
neraka”, lanjutku
“jika bathil kita artikan sebagai
perbuatan sia-sia, seperti yang tercantum dalam surah Ali Imron, maka bisa jadi
sudah banyak perbuatan bathil yang telah kita lakukan. Mata kita lebih sering
nonton TV, main HP, daripada membaca Al Qur’an. Maka wajar, mata kita langsung
memberontak ketika kita ingin fokus membaca Al Qur’an” lanjutku.
Malam itu, saya memberi pelajaran
untuk diri saya sendiri yang masih banyak melakukan perbuatan sia-sia, masih
banyak membuat pembenaran atas setiap sikap pribadi dan cenderung menyalahkan
suasana dan lingkungan sekitar.
Kita bercermin untuk memperbaiki
diri. Kita yang masih berat untuk membaca Al Qur’an 1 juz satu hari karena kita
merasa terlalu sibuk dan tak cukup waktu untuknya, kita yang masih berat hadir
dalam halaqoh pekanan, karena mungkin waktunya yang tidak cocok dengan diri
kita, kita yang masih mencari alasan untuk menunda bahkan tidak melakukan amal
sholih hanya karena kita sudah terlalu banyak menerima amanah.
Maka, malam itu saya
beristighfar, beristighfar dan memohon ampun kepada Allah Swt atas segala
kemalasan dan hilangnya tekad.
Kalibata, 23 Sept 2013